Saya tertegun sejenak setelah membaca kolom surat pembaca di Jawa Pos beberapa hari yang lalu. Seorang kakak, yang adiknya merupakan maba ITS, berkata dengan berapi-api. Tulisannya geram, kecewa dan kalut. Terakhir ia memberikan rembug bahwa pengkaderan di ITS harus ditiadakan. Bukannya tanpa alasan, ia merasa jengkel, sebab adiknya harus mengerjakan setumpuk tugas berat yang dibebankan seniornya. Karena tugas-tugas itu, adiknya tidak tidur selama dua hari.
Bisa dibayangkan wajah maba-maba itu yang kuyu, tubuhnya yang lemas, dan tentu saja bau keringat melekat kuat. Pemandangan yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Selalu saja pemandangan yang sama dan bercerita mengenai sebuah tekanan, ketakutan, dan inferioritas. Hanya merasa plong sejenak, ngaso di masjid. Berceracau, menggosip tentang seniornya.
Selama ini kita selalu berdalih bahwa semua ini adalah treatment yang pas untuk membentuk sebuah rasa solid, persatuan, atau bahkan yang lebih tinggi; membentuk mental maba sebagai agents of social change! Tapi apakah benar nilai-nilai itu tidak dapat kita masukkan dengan cara yang lebih menarik, bersahaja, santun, dan menyenangkan? Atau mungkin kreatifitas kita ini, para senior, yang yang sudah mandeg. Dan memang harus diakui, lebih enak copy-paste dari template tahun-tahun kemarin.
***
Seorang teman berujar malam itu; mahasiswa ITS itu tidak kreatif! Saat ditanya mengapa, ia hanya berujar pendek; karena raw material-nya sudah jelek. Saya sendiri tidak setuju dengan pemikiran tersebut, karena bagi saya kreatifitas itu dapat ditimbulkan dan bahkan dihilangkan. Saat dia mengatakan statement tersebut ingatan saya langsung tertuju pada kepala-kepala plontos yang masih hijau itu. Apakah selama ini kita telah mengisinya dengan nilai-nilai yang merangsang kreatifitasnya? Jangan-jangan treatment yang kita lakukan selama ini hanya mampu menimbulkan rasa inferior dalam dirinya. Sebuah ketakutan dan keterpaksaan.
Saya skeptik jika ada yang mengatakan bahwa bentakan dan hukuman mampu membuat seseorang faham akan nilai kesederhanaan apalagi persatuan. Teman saya, berasal dari salah satu jurusan yang tekenal dengan kesakralan ospeknya, makin sering saja menghabiskan malam panjangnya di cafe-cafe gemerlap metro ini. Hedon. Kata Inu Kencana; IPDN dengan pengaderannya yang keras saja masih bisa menghasilkan insan-insan yang hedon dan mabuk, apalagi kita. Bukan jaminan.
***
Tahun lalu, Teknik Lingkungan sudah memulai. Untuk unjuk nilai keberanian, persatuan, dan social responsibility maba-maba itu ditreatment agar melakukan orasi mengenai lingkungan di bundaran ITS. Tahun ini, Despro memasukkan nilai kreatifitas dengan pesta kostum. Seluruh senior membaur dengan maba dalam balutan kostum yang unik. Suka cita. Semua itu tentu saja tanpa kekerasan, tanpa bentakan.
Saya jadi ingat akting Will Smith dalam film The Pursuit of Happyness, sesungguhnya treatment yang paling baik adalah teladan, kerja keras, dan tentu saja: kepercayaan. Saya pun bermimpi, membayangkan maba tahun depan yang penuh senyum, kemerdekaan, dan tentu saja optimisme. Semoga!
Ayos Purwoaji
Mahasiswa Despro ITS
Kampus ITS, ITS News – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus berkomitmen dalam mendukung perkembangan teknologi terutama di dunia pendidikan.
Kampus ITS, ITS News — Menteri Perhubungan (Menhub) RI Budi Karya Sumadi memberikan penghargaan kepada 15 tokoh yang berperan aktif,
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali membuktikan diri sebagai kampus inovasi teknologi melalui program
Kampus ITS, ITS News — Semakin menunjukkan keunggulannya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali buktikan kualitas inovasinya melalui Tim