ITS News

Sabtu, 18 Mei 2024
09 Desember 2006, 15:12

Stress Vs Menulis

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Saat diliputi kepenatan yang cukup panjang , seseorang akan cenderung terkena stres. Tingkatan stres tergantung dari kondisi mental dan beratnya suatu masalah yang sedang dihadapi. Bagaimana kita memandang seserorang itu dalam kondisi mental yang berat , tergantung dari seberapa jauh kita meliput permasalahan dan alur kegiatan orang tersebut. Kita bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain ketika kita pernah atau sedang mengalami hal yang sama. Sehingga simpati dan empati pun muncul.
Kondisi stres dapat dipicu oleh beberapa hal, diantaranya adalah ketidaktahuan-ketidakmauan, masalah yang saling bertautan, latar belakang kehidupan, dll. Ketidaktahuan seseorang menjadikan ia terbelit dalam tanya. Terlebih dia tidak mau atau bahkan tidak mampu mencari tahu detail kondisi dalam permasalahan. Hal tersebut akan menjadi sumber masalah. Ketika seorang mahasiswa tidak paham dengan salah satu mata kuliah, padahal waktu UAS sebentar lagi. Dia akan cencerung bingung. Apa lagi jika tidak mau bertanya sama sekali. efek yang dia tanggung akan merembet pada mata kuliah yang lain. Itu menjadi masalah bagi dirinya.
Kadang seseorang memotong alur permasalahan dengan menghindar. Bagi sebagian orang untuk sementara merasa bebas, tapi untuk selanjutnya beban akan kembali muncul bahkan mungkin lebih berat. Mencurahkan isi hati kepada orang lain  bisa menjadi pilihan untuk melegakan perasaaan atau sekedar berbagi, meski di dalamnya kita tidak mendapatkan solusi yang pas. Namun ada kalanya seseorang merasa malu, takut atau bahkan trauma melakukan hal tersebut. Menulis dapat menjadi alternatif untuk mengurangi stres.
Hasil penelitian Dr. Pannebaker menyatakan bahwa Orang-orang yang menuliskan pikiran dan perasaan terdalam mereka tentang pengalaman traumatis, menunjukkan peningkatan fungsi kekebalan tubuh dibandingkan dengan orang-orang yang menuliskan masalah-masalah remeh-temeh. menulis tentang hal-hal yang negatif kan memberikan pelepasan emosional yang membangkitkan rasa puas dan lega.
Tak ada salahnya mencoba! Menuliskan kemelut yang bergelayut dalam pikiran didukung dengan suasana yang pas. Berbekal sebuah pena dan secarik kertas, ungkapkan semua perasaan yang timbul dalam hati kita, simpati, empati, suka, kecewa dll. Lalu bacalah kembali buah karya trsebut. Setelahnya, tulisan bisa dibakar atau disimpan sebagai arsip pribadi. Metode ini pernah dilakukan oleh seorang trainer dalam sebuah pelatihan.
Ketika kita menulis dan membaca kembali ungkapan perasaan tersebut. Hal itu akan merangsang alam bawah sadar kita untuk mencari akar permasalahan sehingga akan diperoleh titik temu berupa solusi. Dari situlah kita dapatkan manfaat menulis bisa kita rasakan. Walaupun metode ini tidak seampuh psikiater mengobati pasiennya, setidaknya bisa mengurangi stres dan menghasilkan sebuah tulisan.

M2
Mahasiswa Biologi ITS

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > Stress Vs Menulis