ITS News

Kamis, 16 Mei 2024
07 November 2006, 12:11

Emha: Pak Silas Sosok yang Bersyukur

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Ada saatnya pertemuan, tentu tak lepas dari perpisahan. Seperti yang dialami Prof Johan Silas, perjalanan panjang pengabdian di kampus ITS selama 41 tahun sejak 1965 telah diselesaikannya. Telah banyak karya yang telah diukir hingga mendapat pengakuan internasional khusunya di bidang arsitektur.

Menjelang masa purna tugas Prof Johan Silas tersebut, Jurusan Arsitektur ITS menggelar sarasehan apresiasi purna tugas. Melalui Ketua jurusannya, Dr Ing Ir Bambang Soemardiono, jurusan Arsitektur memberikan kenangan berupa lukisan wajah Prof Johan Silas serta tanda penghormatan berupa pin berlogo ITS dan Jurusan Arsitektur ITS berlapis emas. Hal ini dilakukan tak lain sebagai wujud apresiasi terhadap penerima penghargaan Habitat Scroll of Honour dari lembaga United Nation Habitat 2005 tersebut. “Saya ucapkan selamat berpurna tugas bagi Prof Johan Silas yang telah mengabdikan diri selama lebih dari empat dekade. Tentu sosok Pak Silas tak bisa dipisahkan dalam konteks awal perkembangan arsitektur Indonesia,” kata Bambang.

Dalam sarasehan tersebut, turut diundang budayawan, Emha Ainun Najib. Pria yang akrab disapa Cak Nun ini kemudian mengungkapkan bahwa yang dialami oleh Prof Johan Silas bukanlah suatu bentuk purna tugas melainkan pra tugas. “Saat ini, Pak Silas bukan menyandang purna tugas melainkan pra tugas. Hal ini merupakan titik tolak Pak Silas menjalani tingkatan yang lebih tinggi, banyak karya lagi yang bisa dihasilkan nantinya,” jelasnya.

Ditemui ITS Online disela-sela acara, Emha menjelaskan bahwa Prof Johan Silas adalah sosok yang bersahaja. “Saya sama Pak Silas itu kan sama-sama dari generasi lama dan seprofesi sebagai penulis di buku maupun surat kabar. Pak Silas tak hanya pintar serta cerdas tapi sosok beliau adalah seorang yang bersyukur dan bersahaja. Dan saya ucapkan appreciate setinggi-tingginya buat beliau.” paparnya.

Serba Tahu
Sebelumnya,Dr Ir Mohammad Faqih yang bertindak sebagai moderator menghantarkan acara sarasehan dengan menggunakan bahasa Arab, sehingga para hadirin bertanya-tanya dan terkaget-kaget karena tidak mengerti. Saya sengaja memandu sarasehan ini dengan bahasa Arab, karena saya tahu sosok Pak Johan Silas adalah sosok orang yang serba tahu. “Dari pengalaman selama ini, saya melihat Pak Silas adalah sosok orang yang serba tahu, karena itulah kenapa saya tadi mengawali pembukaan ini dengan menggunakan bahasa Arab, karena dengan begitu saya ingin menempatkan Pak Silas saat ini, sebagai orang yang tidak tahu apa-apa,” katanya yang disambut tawa para hadirin.

Meski awalnya Silas tidak tahu apa-apa, tapi diakhir acara, dengan kupasan yang disampaikan Emha Ainmin Nadjib, akhirnya ia tahu apa makna yang telah disampaikan oleh moderator yang juga kolega di Laboratorium Perumahan dan Permukiman Jurusan Arsitektur ITS. Apa komentar Emha? "Saya sangat setuju dengan sebutan yang diberikan moderator didalam menampatkan dan menyanjung Pak Silas dengan menggunakan bahasa Arab tadi, karena memang itulah
yang harus disandang Pak Silas, sebagai seorang ulama yang sesungguhnya. Karena pengertian ulama yang harus dipahami adalah seseorang yang ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT karena keahliannya dalam menguasai sesuatu hal yang kemudian memperluas dan mendalaminya. Sosok ulama seperti Johan Silas, harus ditempatkan pada porsinya, sehingga bisa mengembangkan keahliannya agar bermanfaat secara lebih luas,” kata Cak Nun.

Dikatakan Cak Nun, karena manusia diturunkan untuk mengelola bumi, dan dalam mengelola bumi ini diperlukan para ulama sebagai manajer agar tertib dan berkembang. ”Sayangnya penempatan para ulama di Indonesia sejauh ini justru banyak yang salah kaprah. Mereka yang duduk di MUI ternyata tidak banyak yang memiliki keahlian tertentu. Menyandang ulama seakan hanya sebagai predikat saja. Buktinya, menentukan hari raya saja tidak bisa,” kata suami dari Novia Kolopaking ini (humas/han/ftr)

Berita Terkait