ITS News

Jumat, 29 Maret 2024
09 Januari 2006, 12:01

SMS : Tidak Cukup Ikhlas dan Semangat, Tapi Harus Benar

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Acara yang dikenal dengan nama Sunday Morning Spirit (SMS), digelar rutin tiap Minggu jam enam pagi. Begitu pula dengan Minggu (8/1) kemarin. Puluhan mahasiswa ITS memadati lantai satu Masjid Manarul Ilmi ITS. Dengan melanjutkan materi kajian tafsir hadis Rasulullah dari kitab Riyadush Sholihin, mereka mengikuti kajian yang kali ini dibawakan oleh ustadz Ahmad Mudhoffar.

Dari perawi Bukhari-Muslim, terang ustadz yang akrab disapa Pak Mudhofar ini, diriwayatkan bahwa Allah tidak akan melihat jasad atau fisik seseorang, tapi melihat hati dan amal. Ini artinya, niat-lah yang menentukan syarat diterimanya perbuatan atau amal manusia. Namun, buru-buru Mudhoffar menambahkan, tidak cukup hanya niat ikhlas saja, tapi juga didasari dengan semangat atau takwa dan metode yang benar. “Semua amal syaratnya ketiga ini, untuk syarat benar, harus mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan,” katanya. Maksud rambu-rambu di sini adalah sesuai dengan ajaran agama dan kitab suci Alquran serta hadis.

Mudhoffar memberikan contoh kasus kasus-kasus bom di Indonesia yang mengkaitkan dengan Islam. “Apakah itu bagian dari jihad, apa betul nantinya mati syahid?” tanya pria yang saat itu mengenakan kemeja putih ini. Jihad dalam syariat Islam, lanjutnya, juga harus memenuhi tiga syarat amal diatas. “Jihad yang benar harus ada rukun, tata cara, dan lainnya. Kalau suatu amal tanpa perhatikan ini, jadinya nggak benar,” tandasnya lagi.

Selain itu Mudhoffar juga memberikan penjelasan tentang nilai istimewa shalat berjamah di masjid. “Jika ada orang yang berniat ke masjid, tidak ada niat utama kecuali salat, maka Allah mengangkat derajatnya mulai dari ia melangkahkan kaki hingga menginjakkan kakinya di masjid, “ jelasnya. Tiap langkah Allah akan mengangkatnya satu derajat, saat itu pula dosa-dosanya digugurkan satu-persatu hingga yang bersangkutan masuk ke masjid. “Saat ia menunggu shalat berjamah, maka lamanya waktu ia duduk menunggu akan dinilai seolah-olah dalam waktu itu ia melaksanakan salat. Tapi harus dicatat, yang membuat ia duduk bertahan di masjid adalah karena niat untuk salat,” paparnya panjang lebar.

Oleh karena itu, lanjut Mudhaffar, nilai amal manusia tidak akan bisa menutupi rasa syukur terhadap nikmat yang dikaruniakan. “Orang nggak akan tertolong dari adzab karena murni dari amalannya saja, tapi ini karena keluasan rahmat Allah yang melipatgandakan nilai amal yang kita lakukan hingga ribuan kali. Jika amal dinilai setimpal sesuai dengan porsi, paling banter juga nggak akan bisa menutup rasa syukur kita,” ungkapnya seraya mengakhiri kajian. (th@/tov)

Berita Terkait