ITS News

Kamis, 25 April 2024
30 Oktober 2005, 11:10

Rektor ITS: Mudik, Kerinduan Nilai-Nilai Primodialisme

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Mudik menjelang lebaran memang selalu menjadi fenomena tiap penghujung bulan suci ramadan. Suasana terminal bus, stasiun kereta api, pelabuhan serta bandara pun dipadati pemudik yang ingin pulang ke kampung halamannya. BEM ITS sabtu pagi (29/10) juga telah memfasilitasi sivitas ITS serta warga sekitar ITS dengan berbagai kemudahan untuk mudik. Animo mudik bersama itu pun membludak. Sebanyak 885 orang diberangkatkan dari Kampus ITS dengan 20 bus.

Melihat itu, Rektor ITS Prof Dr Ir Muhammad Nuh DEA ditemui saat pemberangkatan bus Mudik Murah BEM ITS mengatakan bahwa mudik itu memang penting. Mudik dan berkumpul bersama keluarga di saat lebaran merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. ”Mudik itu adalah pelunasan kerinduan akan nilai-nilai primodialisme yang ada pada diri kita,” kata Nuh.

Makna itu, menurut alumni Universite Science et Technique du Languedoc Montpellier Prancis ini akan sangat terasa jika seseorang berada dirantau. ”Saat terpisah dari kampung halaman, kita selalu disibukkan dengan segala aktifitas. Untuk itu perlu sekali saat-saat untuk mengembalikan kenangan kita akan masa lalu,” urai pria kelahiran 17 Juni 1959 ini.

Primodialisme, dikatakan Nuh tidak selalu bersifat negatif. Ada kalanya primodialisme juga bermanfaat. Lebih lanjut penemu alat pendeteksi denyut jantung ini mengatakan, itu bisa terjadi saat seseorang tengah berada di daerah uncertainty dimana semua terasa asing dan tidak pasti. Lalu saat itu kita bertemu dengan unsur-unsur primodialisme. Pasti akan cepat melekat, bahkan merasa tentram. ”Contohnya ada orang Jakarta merantau di Surabaya. Saat dia melihat ada kendaraan ber plat B pasti dia akan merasakan kepuasan tersendiri. Bahwa di daerah barunya masih ada kawan se-daerah,” kisah Nuh.

Pada sejarah agama Islam pun ditunjukkan betapa bermanfaatnya nilai-nilai primodialisme. Dicontohkan Nuh, seperti pada bani-bani yang tersebar. Setiap bani selalu rekat karena ada suatu nilai-nilai melekat yang terus dijaga, kekeluargaan yang solid. ”Jadi memperkuat basis nilai primodialisme itu perlu. Salah satunya terlihat saat lebaran,” ungkap mantan Direktur Politeknik Elektronika ITS ini.

Menurut Nuh, setiap orang pasti mempunyai kenangan yang melekat saat kecil. Entah itu suasana, makanan atau bahkan warung di kampung halaman. Hal-hal yang melekat itulah salah satu unsur-unsur primodialisme. Dan itu sekali-kali perlu dibenturkan lagi.

Dikatakan Nuh, pada hari raya idul fitri nanti dirinya sekeluarga juga akan mudik ke kampung halaman. Pada hari pertama lebaran Nuh sekeluarga akan pulang ke rumah orang tua di kawasan Gunung Anyar. Lalu pada lebaran kedua dan ketiga, dikatakannya, Ia sekeluarga berencana mudik ke Madiun, tempat keluarga sang isteri.

”Yang saya tunggu-tunggu saat lebaran ada dua. Pertama berkumpul dengan saudara. Lalu, makan bersama mereka keroyokan tanpa aturan. Sama seperti saat-saat dulu waktu kecil,” kenang Nuh sambil tersenyum.

Selain rencana mudik ke kampung halamannya putra ketiga dari sepuluh bersaudara ini juga akan disibukkan menjadi penceramah pada khutbah Idul Fitri di depan jamaah Masjid Baiturahman, Gunung Anyar. ”Sebenarnya banyak tawaran menjadi penceramah dari berbagai daerah yang sudah saya tolak. Maunya jadi makmum saja. Tapi karena kampung halaman yang mengundang jadi tidak bisa menolak,” ujar putra dari H Muchammad Nabhani, pendiri Pondok Pesantren Gununganyar Surabaya ini.(asa/bch)

Berita Terkait