ITS News

Jumat, 29 Maret 2024
01 September 2005, 09:09

Pascasarjana ITS Telurkan Tiga Doktor Baru

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Program Pascasarjana Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menelurkan tiga doktor baru, masing-masing Dr Ir Tjaturono MMT, Dr Ir Hari Soekarno MT, dan Dr Ir Retno Hastijanti MT. Pada sidang terbuka promosi doktor yang berlangsung minggu lalu, secara terpisah ketiganya dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan. Ketiga doktor baru itu merupakan angkatan pertama program doktor pada program Pascasarjana ITS.

”Sebenarnya dari nilai dan IPK yang diperoleh ketiga doktor baru itu bisa mendapatkan predikat cumlaude, tapi karena batas waktu yang mereka tempuh telah melebihi 7 semester, maka mereka hanya memperoleh predikat sangat memuaskan,” kata Direktur Pascasarjana, Prof Dr Ir Happy Ratna Santoso M.Sc, Rabu (31/8) siang.

Dikatakannya, dua dari tiga doktor baru itu berasal dari Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, masing-masing Dr Ir Tjaturono MMT dan Dr Ir Retno Hastijanti MT, sedang seorang lagi, Dr Ir Hari Soekarno MT berasal dari Fakultas Teknologi Industri. ”Kami berharap pada wisuda November depan akan ada tambahan sekitar lima hingga 10 doktor baru dari program pascasarjana, kini mereka sedang menyelesaikan disertasinya,” katanya.

Happy juga mengungkapkan soal lamanya penyusunan disertasi yang dilakukan oleh para mahasiswanya dikarenakan tuntutan dari penelitian yang memang harus dilakukan. ”Seperti disertasi Saudara Retno, yang meski sudah disiapkan lama tetap saja selesainya molor, karena memang diharuskan sampai pada tahap penyeleseian atau keputusan akhir,” katanya.

Hal itu diakui Retno ketika ditemui usai presentasi hasil disertasinya berjudul Proses Pembentukan Ruang Eksklusif pada Permukiman Masyarakat Plural Studi Kasus Konflik Etnis di Sampit, Kalimantan Tengah akhir pekan lalu. ”Awalnya saya memperkirakan akan selesai dalam waktu maksimal setahun, tapi karena dituntu hingga menemukan penyelesaian dari kasus yang dijadikan contoh, maka jadilah disertasi ini selesai dalam waktu dua tahun,” katanya.

Dosen di Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas 17 Agustus Surabaya ini menyampaikan konsep tentang penataan ruang pada permukiman masyarakat plural. Dikatakannya, dalam sudut pandang arsitektural, penataan ruang pada masyarakat plural menjadi sebuah kewajiban yang memang harus direncanakan secara matang, karena jika tidak akan muncul konflik-konflik yang bisa menyebabkan akibat lebih besar lagi. ”Kasus konflik etnis di Sampit misalnya, saya melihat karena ruang eksklusif di sana tidak ditata dan diperhatikan dengan baik oleh para pemilik ruang, entah itu masyarakat atau pemerintah daerah, sehingga dengan mudah kemudian konflik itu muncul,” kata ibu dua putra kelahiran Surabaya, 6 Mei 1967 ini.

Menurutnya, di Surabaya sebagai pemukiman masyarakat plural, sebenarnya terdapat potensi konflik dari ruang-ruang eksklusif, karena itu, ia menyarankan agar pemilik ruang harus mau mendialogkan persoalan-persoalan ruang eksklusif ini dengan lebih intens. ”Ruang itu sangat dinamik, sesuai dengan kehidupan masyarakatnya, karena itu harus selalu didialogkan agar tidak menimbulkan konflik dikemudian hari atau dalam perkembangannya,” kata Retno yang saat menyelesaikan tesis di Program S2 meraih predikat lulusan cumlaude.

Atas dasar itulah, Retno kemudian menyarankan kepada banyak permukiman di Surabaya terutama yang menggunakan model regency untuk lebih berlaku arif di dalam membuat atau membangun batas-batas ruang antara perumahan itu dengan permukiman yang sudah ada sebelumnya. ”Misalnya dalam hal pembangunan tembok dan bentuk penerangan, sudah seharusnya dipikirkan bagaimana jika tembok pembatas itu tidak hanya berlaku sebagai batas antara permukiman di luar dengan regency, tapi jadikan pula dibagian luar permukiman tembok itu menjadi sebuah hiasan yang menarik, demikian juga dengan penerangan, jangan sampai hanya digabian dalam saja yang terang sementara di luar dibiarkan gelap gulita,” kata isteri dari Arief Hidayat ini. (Humas/rin)

Berita Terkait