ITS News

Selasa, 16 April 2024
15 Maret 2005, 12:03

Rekayasa Perangkat Lunak Butuh Pengetahuan Komperhensif

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Demikian diungkapkan Prof Drs.Ec Ir Riyanarto Sarno M.Sc, Ph.D dalam pidato pengukuhan dirinya sebagai guru besar ke-39 di Graha ITS, Rabu (18/8) dalam bidang rekayasa perangkat lunak. Perbedaan itu, kata doktor bidang komputer sains dari University of New Brunswick, Kanada ini, karena bentuk produknya yang sangat berbeda dengan produk dari bidang rekayasa lain. Secara fisik yang tampak dari produk perangkat lunak berupa peralatan rekam compact disk (CD) atau digital versatile disk (DVD), yang harganya sangatlah murah dibandingkan dengan harga perangkat lunak ataupun proyek secara keseluruhan.

Dalam orasi ilmiahnya berjudul "Pendekatan Nilai Tambah pada Rekayasa Perangkat Lunak" Riyanarto juga mengatakan, pengertian tentang perangkat lunak belum membudaya di masyarakat Indonesia. Umumnya keberadaan perangkat lunak masih dipandang sebagai investasi yang akan memberikan manfaat financial, sedang manfaat dan nilai tambah dari dimensi lain belum ditekankan. "Munculnya pengukuran kinerja yang memperhatikan output, outcome, benefit, dan impact, menyebabkan keberhasilan dari keberadaan perangkat lunak menjadi terukur secara lebih komperhensif," katanya.

Riyanarto juga mengatakan, di perguruan tinggi masih banyak yang berpikiran dikotomi antara aspek ekonomis dan teknis, sehingga muncul pertanyaan: "apa perlu belajar aspek ekonomis dalam bidang ilmu rekayasa perangkat lunak". "Pada pendidikan dan kurikulum bidang ilmu rekayasa perangkat lunak secara khusus serta ilmu teknologi informasi secara umum, masih belum banyak yang mengajarkan pendekatan ekonomis apalagi pendekatan nilai tambah," katanya.

Pada bagian lain orasinya, alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran Bandung tahun 1985 ini juga mengungkapkan, saat ini jumlah transaksi perdagangan perangkat lunak dunia sangat besar mencapai angka Rp 7.500 triliun tiap tahun, tapi tingkat kegagalan aplikasinya juga tinggi. "Di Amerika Serikat, pada tahun 1998 mencapai nilai Rp 800 triliun. Oleh karena itu diperlukan perhatian yang lebih pada bidang rekayasa perangkat lunak," katanya.

Diungkapkannya, peran rekayasa perangkat lunak menjadi penting karena pertama, perangkat lunak menjadi bagian yang besar dari biaya keseluruhan, dan akan mekain besar. Kedua, perangkat lunak memberikan dampak yang makin membesar terhadap kesejahteraan umat manusia. "Permintaan perangkat lunak tumbuh dengan pesat karena perangkat keras komputer makin murah, andal, mudah didapat, dan makin bermanfaat untuk menggantikan pekerjaan rutin manusia," katanya.

Riyanarto mengatakan, sudah saatnya Indonesia mengekspor software (perangkat lunak). Ini karena sumber daya manusia dan lembaga pendidikan sebagai modal utamanya sudah cukup banyak dimiliki. "Dari pengalaman yang pernah saya lakukan sesungguhnya produk soft ware yang dihasilkan orang-orang Indonesia tidak kalah dengan negara-negara lain," kata suami dari Dra Winta Anindyarini ini.

Kenapa kita harus mulai memikirkan untuk mengekspor perangkat lunak? Tanyanya, karena katanya menjawab pertanyaannya sendiri, belanja soft ware negara-negara di dunia saat ini mencapai Rp 8 ribu trilun per tahun. "Jika kta bisa mengambil 10 persennya saja, berapa yang bisa diperoleh sebagai pemasukan negara. Sementara sumber daya manusia yang dimiliki sudah cukup banyak dan baik," katanya.

Dikatakannya, ada dua hal yang perlu dipertimbangkan agar produk soft ware bikinan orang-orang Indonesia dapat bersaing di pasar internasional. Pertama, berkait dengan hasil produk yang benar dan bisa sukses (develop the right products) di pasar. Ini berkait tidak hanya pada aspek budaya dan ekonomi tapi juga kondisi sebuah negara dimana soft ware itu akan dipasarkan. Kedua, menyangkut bagaimana membangun atau membuat software itu dengan benar (develop the products right).

"Selama ini dua hal itu dilakukan terpisah, sehingga banyak soft ware kemudian bukan saja tidak laku dan diminati, tapi juga malah mendatangkan malapetaka atau kerugian ketika digunakan," katanya.
(Humas–ITS, 18 Agustus 2004)

Berita Terkait