ITS News

Kamis, 28 Maret 2024
15 Maret 2005, 12:03

Popo Danes: Karya Arsitektur Harus Sering Dikomunikasikan

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Menurut nominator The Aga Khan Award for Architecture 2004 ini, karya arsitektur harusnya sering dikomunikasikan, sehingga seorang arsitek harus bisa menerima keritikan dengan baik, tanpa itu maka hasil karya tidak akan pernah memuaskan. "Mungkin banyak orang yang menilai saya sebagai seorang arsitek yang eksibisionis, yang paling sering memamerkan karya-karya arsitektur. Buat saya tuduhan itu saya terima dengan baik, karena memang sesungguhnya karya arsitektur harus dikomunikasikan," katanya.

Menurut Popo, arsitektur adalah suatu proses desain yang merupakan interprestasi dari fungsi, teknologi, serta lingkungannya. "Harus disadari sebuah karya arsitektur akan melewati satu proses yang dipengaruhi oleh begitu banyak aspek, karena memang arsitektur bukan hanya sebuah kemampuan dalam merancang satu buah bentuk tiga dimensi, tapi ada begitu banyak disiplin ilmu yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung," kata laki-laki kelahiran 6 Februari 1964 yang telah melang-lang beberapa negara sebagai konsultan arsitektur ini.

Popo mengkritisi perguruan tinggi yang memiliki jurusan atau program studi arsitektur di Indonesia yang banyak menghasilkan sarjana arsitektur tetapi kebanyakan belum siap dalam menghadapi dunia kerja yang sebenarnya. Itu terjadi, katanya menjelaskan, karena visi pendidikan yang ada tidak berinterelasi dengan situasi profesional praktis. "Rendahnya kemampuan komunikasi serta tingginya ego menjadi salah satu kendala yang dapat menghambat peningkatan kompetensi lulusan arsitektur sekarang," katanya.

Dibagian lain pernyataannya, arsitek yang mendapatkan penghargaan ASEAN Energy Awrad 2004 for Tropical Building Category ini juga menyinggung tentang kemungkinan kalah bersaingnya para arsitektur lokal yang ada di Indonesia dengan mereka yang berasal dari luar. "Di Bali, kini sudah banyak orang-orang bule yang menguasai arsitektur Bali, dan ternyata bukan hanya itu, para bule itu juga kini menjadi penjual-penjual lahan yang sudah siap dengan berbagai alternatif desain berarsitektur Bali. Di sana kini yang menguasai adalah para arsitek-arsitek asing," katanya.

Karena itu, kata Popo menambahkan dirinya sesungguhnya merasa sangat prihatin jika ada arsitek kita yang tidak mau mengembangkan potensi arsitektur lokal yang ada. "Saya telah membuktikan arsitrktur lokal dalam hal ini arsitektur Bali telah mampu bersaing dengan desain-desain arsitektur negara lain. Tinggal bagaimana kita bisa menunjukkan dan mengemasnya," katanya.

Berdasarkan pengalamannya, Popo Danes mengungkapkan beberapa hal mendasar yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan profesionalisme para arsitek, diantaranya dibutuhkannya pemahaman yang luas dari arsitektur berwawasan kebudayaan, kemampuan untuk menjelaskan dan membahasakan berbagai aspek terkait dari arsitektur cultural maupun tropis yang dijadikan bahasan, termasuk segi filosofis, material, komersial, dan lainnya. "Ini penting, karena itu arsitek Indonesia harus secara terbuka dan jujur mengevaluasi semua ketertinggalannya," katanya.

Dalam seminar sehari itu, selain Popo Danes dihadirkan pula Budiman Holan Hendropurnomo dan Revianto Budi Santoso. (bch)

Berita Terkait