ITS News

Jumat, 19 April 2024
15 Maret 2005, 12:03

Perlu Ketelitian untuk Merehabilitasi Bangunan Pasca Gempa

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Ia mengatakan hal itu Rabu (29/12) siang berkait dengan keinginan ITS untuk memberikan bantuan teknis di daerah Aceh dan Sumatera Utara menyusul peristiwa gempa bumi dan gelombang tsunami, Minggu (26/12) lalu. "Sebenarnya tidak sulit untuk menentukan apakah bangunan pasca gempa itu cukup direhabilitasi saja atau dibangun dari awal, karena secara kasat mata saja sudah bisa dilihat. Tapi tetap saja butuh perhitungan matang dan ketelitian," katanya.

Apalagi, katanya menambahkan, kawasan sepanjang yang terkena bencana itu merupakan kawasan yang dinyatakan sebagai wilayah rawan gempa dan gelombang tsunami, sehingga memang saat merehabilitasi atau membangun kembali diperlukan perhitungan-perhitungan yang matang. "Ada dua pilihan yang harus diputuskan di dalam penanganan bangunan pasca gempa bumi, cukup diperbaiki di sana-sini yang dianggap perlu atau total dirobohkan kemudian dibangun kembali dari awal," katanya.

Dikatakan anggota tim penyusun standar mutu beton Indonesia ini, jika melihat kekuatan gempa yang terekam dalam Skala Richter (SR), maka gempa dengan kekuatan 8,9 SR itu sudah menyebabkan kondisi bangunan akan runtuh. "Ini artinya, sebagian besar kolom dan balok bangunan sudah tidak dimungkinkan lagi digunakan, sehingga jika memang harus dilakukan rehabilitasi, maka pilihan kedua, yakni dirobohkan lebih dahulu baru kemudian dibangun dari awal, yang harus dipilih. Kalau hanya dilakukan perbaikan di sana-sini akan memakan biaya lebih besar lagi dan dalam jangka panjang tidak ekonomis," katanya.

Belum lagi, kata mantan Pembantu Rektor II ITS ini, kenyataan kalau kawasan itu merupakan wilayah rawan gempa dan gelombang tsunami, sehingga di dalam merehabilitasinya memang harus bisa mengantisipasi terhadap kemungkinan-kemungkinan musibah yang akan terjadi berikutnya. "Disinilah diperlukan perhitungan yang memang benar-benar matang," katanya.

Dijelaskannya, jika berpatokan pada rekaman kekuatan gempa yang ada memang tidak mungkin bangunan di kawasan itu hanya diperbaiki, tapi di sisi lain, jika melihat masih adanya beberapa bangunan yang bediri tegak seperti masjid dan lainnya, maka kita memang harus memilah-milahnya kembali. "Dalam prinsip desain bangunan tahan gempa berlaku stong colums weak beam, sehingga manakala terjadi gempa kolom tetap bisa difungsikan kembali, sedang balok memang sengaja dikorbankan untuk diganti," kata Rachmat Purwono yang kini sedang menyiapkan buku tentang Perencanaan Struktur Bertulang Tahan Gempa Bumi.

Berpegang atas prinsip itulah, katanya menambahkan, maka kita bisa segera menganalisa bangunan di kawasan Aceh dan sebagian Sumatera Utara yang terkena gempa dan gelombang tsunami itu harus diperlakukan seperti apa. "Patokannya jika memang kolomnya sudah rusak, meski bangunannya masih berdiri, maka tidak ada pilihan lain harus dibongkar dan didesain dari nol, sementara jika hanya bagian baloknya saja yang mengalami kerusakan, maka bisa dilakukan perbaikan," katanya.

Rachmat juga mengingatkan, akan sangat berbeda penanganan proses rehabilitasi bangunan yang benar-benar terkena gempa dengan bangunan yang memang terkena gelombang tsunami. "Karena itulah sekali lagi saya mengingatkan untuk lebih teliti lagi mengkaji bangunan-bangunan di Aceh dan Sumatera Utara yang terkena musibah itu, karena kerusakan bangunan yang ada di sana bisa hanya akibat gempa, gelombang tsunami atau kedua-duanya," kata Rachmat yang juga anggota tim penyusunan Aturan Muatan Indonesia, yang diantaranya menentukan beban-beban yang harus diperhatikan pada bangunan-bangunan akibat beban tertentu, termasuk bangunan di tepi pantai dengan resiko diterjang ombak atau badai.

Konstruksi dan aturannya, katanya menambahkan, sangat berbeda jika dibandingkan dengan konstruksi bangunan tahan gempa. Pada konstruksi bangunan di tepi pantai, perlu dipertimbangkan terhadap ancaman gelombang dan badai, sehingga umumnya bangunan di tepi pantai dibuat berpanggung, agar air mudah menerobos masuk dan tidak tertahan dan menyebabkan bangunan rusak atau roboh. (Humas/bch)

Berita Terkait