ITS News

Jumat, 19 April 2024
15 Maret 2005, 12:03

Pengukuhan Prof Ir Mas Santosa MSc PhDS; Salah Kaprah Arah Rumah

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Tak sedikit rumah modern yang tak nyaman ditempati. Salah satunya karena adanya salah kaprah tentang arah rumah. Hal itu disampaikan Prof Ir Mas Santosa MSc PhD dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kemarin.

RUMAH yang nyaman dan sejuk membuat penghuninya betah tinggal di dalamnya. "Tapi banyak rumah yang tidak nyaman untuk ditinggali karena suhu di dalam ruangannya panas," kata Prof Ir Mas Santosa MSc PhD, di Graha ITS, kemarin.

Tertarik mengetahui penyebabnya, dia mengambil penelitian tentang suhu ruangan di dalam rumah di Surabaya. Penelitian ini untuk meraih gelar doktornya. "Saya tidak melakukan penelitian pada rumah yang memiliki AC. Sebab, sejelek apapun penataannya, pasti tetap sejuk," papar bapak dua anak ini.

Dari sini dosen tetap jurusan Arsitektur itu menemukan jawabannya. Salah satunya adalah adanya salah kaprah di masyarakat pada ke arah mana rumah menghadap. "Banyak yang mengatakan bahwa rumah yang menghadap ke utara dan selatan merupakan rumah yang nyaman," paparnya. "Alasannya dapat melihat sinar matahari," ungkap pria 56 tahun itu.

Padahal, lanjut dia, rumah yang menghadap ke utara dan selatan justru sulit melepas panas. Akibatnya, tak jarang orang yang tinggal di dalamnya menjadi gerah dan tidak nyaman.

Lantas bagaimana seharusnya? Menurut Mas Santosa, rumah-rumah di Surabaya sebaiknya menghadap ke barat atau ke timur. Sebab, angin yang bertiup di Surabaya merupakan angin timur atau angin barat. "Membangun rumah harus melihat arah anginnya. Bukan melihat arah sinar matahari," ujarnya. "Sebab, angin bisa menetralkan suhu rumah," lanjut dia. Apalagi, rumah-rumah di Surabaya berhimpitan.

Mas Santosa juga menyebutkan bahwa iklim di Surabaya ternyata lebih jelek dibandingkan dengan Jakarta. Sebab, di Surabaya lahan hijaunya hanya sedikit.

Salah kaprah ini, menurut dia, karena orang Surabaya –terutama yang punya bangunan tradisional– membangunnya dengan sistem trial and error. Ini merupakan kelemahan bangunan tradisional.

Bagaimana dengan rumah modern? "Sama saja dengan rumah tradisional. Rumah modern yang banyak terdapat di Surabaya ini masih belum memadai dikatakan sebagai rumah idaman," ujar Mas Santosa.

Sebab, rumah modern dibangun berdasarkan kebutuhan keluarga, bukan untuk kenyamanan anggota keluarga. "Karena rumah di Surabaya biasanya dihuni lebih dari lima orang, maka rumah akan dibagi menjadi ruangan kecil namun banyak."

Hal itu membuat udara panas dalam ruangan tidak bisa keluar dengan bebas, tapi malah tertahan di dalamnya.

Rumah paling ideal di Surabaya, menurut dosen ini, adalah rumah zaman kolonial. Rumah-rumah itu biasanya punya jendela besar. Ini membuat sirkulasi udara lancar. Jenis rumah seperti ini banyak dibangun oleh orang Belanda. "Pembangunan itu dilakukan karena mereka merasa kepanasan begitu tiba di Surabaya," paparnya.

Karena sekarang membangun rumah jenis kolonial sulit dilaksanakan, Mas Santosa punya beberapa saran. Pertama, buat rumah dengan prosentase 40 persen jendela, 60 persen dinding. Kedua, jika rumah menghadap ke barat, usahakan membuat banyak ventilasi di bagian belakang. Sedangkan jika rumah terlalu berhimpitan dengan rumah yang lain, maka atap jenis wind chatcher atau bisa menangkap angin sangat disarankan. Atap ini, bisa dibuka atau ditutup sesuai keinginan pemilik rumah. (aqnes dhevie)

Berita Terkait