ITS News

Sabtu, 20 April 2024
15 Maret 2005, 12:03

Oleh-Oleh Tim ITS dari Arena International Maritime Challenge di Toulon, Prancis

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Sejak kembali lagi ke Surabaya tiga hari lalu, para anggota tim ITS Maritime Challenge (ITS MC) lebih banyak menghabiskan waktunya untuk berkumpul bersama keluarganya. Tentunya untuk melepas kerinduan, dan menceritakan pengalamannya selama mengikuti ajang bergengsi International Maritime Challenge 2004.

Mereka juga berbagi oleh-oleh yang mereka bawa dari negeri mode itu. Apa saja yang mereka bawa? Menurut Nofarina Widiyanita, salah satu anggota tim, hampir semua teman-temannya membawa oleh-oleh replika Menara Eiffel. Harganya tidak terlalu mahal. "Yang kecil 2-3 Euro. Kalau yang sedang 7 Euro," kata Nofa.

Selain itu, ada merchandise bernuansa Internatioal Maritime Challenge, seperti kaus, topi, dan gantungan kunci.

Ada juga yang teringat ibunya, seperti Nanang Setiyobudi. Koordinator tim ITS ini langsung membelikan tas untuk ibunya. "Mumpung sempat ke Paris. Ibu-ibu kan biasanya senang dengan tas-tas bermerek dari Paris," kata Nanang.

Berbagai kisah lucu juga tidak akan pernah mereka lupakan selama berada di Toulon. Misalnya, ketika hari ketiga berada di Toulon. Untuk mengisi waktu, para peserta sering menggelar adu panco. Peserta laki-laki hampir semuanya ikut. Termasuk arek-arek ITS. Saat itu, salah satu anggota tim ITS MC Thohiril Lazib, sekretaris tim, harus berhadapan dengan peserta dari Swedia yang bertubuh jauh lebih gempal.

Padahal, Thohiril bertubuh kecil, dan hanya punya berat badan tidak sampai 50 kilogram. Sedangkan peserta dari Swedia itu kira-kira beratnya 80 kilogram.

Semua peserta yang menyaksikan menjagokan Swedia. Tapi, begitu bertanding, Thohiril akhirnya berhasil mengalahkan peserta dari Swedia itu. "Tentu saja kami heran. Kok bisa dia (Thohiril) mengalahkan peserta dari Swedia itu," tuturnya.

Peristiwa yang juga menggelikan bagi arek-arek ITS itu, ketika mereka terbiasa menyaksikan cewek-cewek di Toulon yang hanya mengenakan bikini. Bahkan, tak sedikit dari mereka yang bertelanjang dada. "Di Toulon kan memang menjadi tempat wisata. Jadi, banyak turis yang datang ke sana. Apalagi, saat itu bertepatan dengan liburan sekolah," cerita Nanang.

Setiap melihat bule wanita berjemur dengan bertelanjang dada, kata Nanang, arek-arek ITS langsung heboh. "Sumur sumur (susu dijemur)," teriak mereka setiap kali melihat pemandangan syur itu.

"Tapi, kalau bulenya wanita tua, istilahnya lain. Kami menyebutnya yogurt (susu basi)," katanya. "Tapi, itu hanya hari-hari awal. Setelah tiga hari, kami sudah biasa melihat pemandangan seperti itu," lanjut Nanang.

Kisah lainnya yang tak kalah menarik, saat panitia mengumumkan nama-nama pemenang kompetisi kapal internasional. Saat itu, panitia memakai Bahasa Prancis yang formal. Meski arek-arek ITS itu sempat belajar Bahasa Prancis, tapi mereka tetap tidak mengerti. Padahal, saat itu, tim ITS MC dan Kapal Merdeka miliknya, berkali-kali disebut panitia.

Bahkan, saat diumumkan bahwa peraih The Spirit of International Challenge adalah tim Indonesia (dari ITS), anggota tim ITS MC tidak menyadarinya. "Kami baru sadar setelah peserta lain bertepuk tangan sambil memandang ke arah kami. Ada yang memberi tahu, You win," kenang Boy Kundoko, sambil tertawa.

Sampai sekarang, kemeriahan acara di Toulon itu belum bisa dihilangkan begitu saja oleh para mahasiswa ITS. "Sulit membayangkan, itu semua bisa dilakukan di sini," kata Nanang.

Mereka sempat terheran-heran dengan keseriusan Pemerintah Prancis menyokong kegiatan tersebut. Terutama dari sisi pendanaan. Dalam even itu, lanjut Nanang, panitia menghabiskan dana mencapai 1 juta Euro atau setara dengan Rp 11 miliar (Kurs 1 Euro = Rp 11 ribu).

"Rasanya seperti mimpi, Indonesia bisa menyelenggarakan acara semeriah di Prancis," ujarnya.

ITS pernah menggelar Indonesia Maritime Challenge di Tanjung Benoa, Bali. Saat itu, dana yang dihabiskan hanya sekitar Rp 100 juta. "Perjuangan mendapatkan dana Rp 100 juta juga sangat berat di sini," lanjutnya.

Bagaimana panitia International Maritime Challenge bisa mendapatkan dana sebesar itu? Menurut Nanang, selain pemerintah sangat berperan menyuntikkan dana untuk even internasional, di sana juga banyak asosiasi yang siap menyokong dana. Penyelenggara, kata Nanang, tidak banyak mencari dana ke perusahaan swasta. "Asosiasi-asosiasi itulah yang megusahakannya," katanya.

Dengan dana sebesar itu, panitia bisa bekerja secara profesional. Gebyar International Maritime Challenge pun sangat terasa bagi para peserta. Dari sisi fasilitas perlombaan, misalnya, semua menggunakan peralatan serba baru dan berkualitas. Juga dari sisi makanan, meski tidak begitu cocok untuk lidah arek-arek ITS, tetapi tergolong mewah.

Setiap malam, juga digelar pesta bagi para peserta. Dan, yang tentunya mahal, hampir setiap malam ada pesta kembang api. "Laut di Toulon setiap malam terlihat indah dan semarak," kata Nanang.(tomy c. gutomo)

Berita Terkait