ITS News

Sabtu, 20 April 2024
15 Maret 2005, 12:03

NQA dan 4 PTN di Jatim Bahas Kepemimpinan dan Kaderisasi

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Keempat PTN itu masing-masing Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Airlangga (Unair), Universitas Brawijaya (Unibraw) dan Universitas Negeri Malang (UM). Dalam kolokium yang baru pertama kali ini digelar, kata Direktur NQA, Muhammad Taufiq AB, bertujuan untuk mengkaji persoalan-persoalan yang ada di masyarakat dari sudut pandang Islam. "Ke depan kegiatan ini akan dilakukan secara periodik dari satu perguruan tinggi ke perguruan tinggi lain dan dari masalah satu ke masalah lain. Kami ingin memberikan wawasan tambahan tentang Islam kepada para pelaksana pendidikan dalam hal ini di tingkat perguruan tinggi," katanya.

Sementara itu Rektor ITS Prof Dr Mohammad Nuh DEA dalam sambutannya mengatakan, ada empat hal yang bisa diperoleh dengan pertemuan-pertemuan seperti ini, pertama berkait dengan motivasi diri atau kesadaran untuk ingin terus mengembangkan kualitas baik individu maupun umat. "Kedua, berkait dengan motivasi yang pertama tadi, munculnya keinginan kuat untuk segera merealisasikan kesadaran yang muncul itu dalam satu bentuk nyata. Ketiga, lahirnya pemberdayaan dalam diri kita," katanya.

Bisa jadi, kata Nuh menjelaskan, setelah kita memiliki motivasi dan keinginan yang kuat tadi, tapi karena kesibukan dan kompleksitasnya masing-masing individu maka keinginan itu tidak terlaksana. "Melalui bentuk-bentuk pertemuan seperti inilah akan muncul pemberdayaan. Dan keempat, berkait dengan pemberdayaan tadi akan muncul fungsi pencerahan (enlightenment) atau hidayah," katanya.

Akar Rumput
Acara itu sendiri menghadirkan pembicara Yudi Latif Ph.D dari LIPI Jakarta dan Dr Thohir Luth MA dari Universitas Brawijaya, Malang. Dalam pemaparannya Yudi lebih banyak meninjau persoalan kepemimpinan dan kaderisasi dari sudut pandang perjalanan sejarah. Menurutnya, hingga hari ini boleh jadi apa yang pernah dikatakan oleh Bung Hatta ketika dia mengundurkan diri dari wakil presiden masih berlaku. "Waktu itu Hatta berkata, untuk tingkat perkembangan politik saat ini, Indonesia belum membutuhkan pemimpin yang cerdas. Apa yang disampaikan Bung Hatta itu adalah suatu kekecewaan yang denyut kepedihannya masih merambat hingga kini," katanya.

Dikatakannya, rejim boleh berganti, generasi baru bersitumbuh, namun ide dan moralitas terus menerus menjadi anakrinisme dalam sejarah kita. "Pemimpin dengan defisit ‘kapital moral’ (moral capital) menguasai kepemimpinan nasional. Padahal, tanpa komitmen pada moralitas politik serta penilaian positif tentang moralitas akor dan institusi politik, upaya pemulihan krisis kehilangan fondasi utamanya," kata Yudi menjelaskan. Karena itu, katanya menjelaskan, berkait dengan kepemimpinan dan kaderisasi Islam, ke depan orientasi dakwah Islam dan kaderisasi kepemimpinan harus lebih mendekatkan diri dengan situasi kebatinan di tingkat akar rumput. "Ini mengingat usaha-usaha gerakan Islamisasi kaum terpelajar telah menunjukkan hasil yang menggembirakan. Modal kultural (cultural capital) kaum terpelajar Muslim saat ini tidak ada taranya, tapi disisi lain keberhasilan itu menelantarkan perhatian dakwah terhadap orang-orang kecil di akar rumput," katanya.

Sementara itu Tohir Luth yang berbicara kepemimpinan dalam perspektif spiritual mengajak peserta untuk merenungkan kembali perjalanan kepemimpinan Rasulullah Muhammad SAW. Menurutnya, sikap dan kepemimpinan Muhammad hendaknya menjadi pijakan utama bagi kepemimpinan kita di masa sekarang maupun yang akan datang. "Tanpa hal itu kepemimpinan kita dalam perjalannnya akan menjadi ancaman bagi umat. Ada tiga hal dalam perspektif spiritual yang ahrsu dimiliki seorang pemimpin, pertama, pemimpin adalah amanah, pada pemahaman ini maka seorang pemimpin harus mengabaikan anggapan sementara orang bahwa pemimpin itu adalah jabatan prestise," katanya.

Kedua, kata Tohir Luth menambahkan, pemimpin harus menjadi suri teladan yang baik, sebagai pembantu yang melayani tugas masyarakat. Ketiga, melaksanakan tugas sebagai pemimpin itu adalah bagian dari ibadah kepada Allah. "Kesadaran ini menjadi sangat penting untuk memproteksi diri dari perilaku-perilaku menyimpang dalam kepemimpinan," katanya. (bch)

Berita Terkait