ITS News

Jumat, 19 April 2024
15 Maret 2005, 12:03

MASYARAKAT PESISIR LEBIH PINTAR (KONSORSIUM-II)

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Artikel sebelumnya belum mengulas pokok materi yang disampaikan pada Semiloka Pendampingan Program PEMP. Materi yang terbagi dalam tiga sesi pemaparan ini masing-masing dikupas habis oleh pakar yang sudah berpengalaman puluhan tahun dibidangnya. ITS yang mempunyai program serupa mengundang mereka untuk tukar pikiran dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.

Kesempatan pertama diberikan pada Drs. Kusnadi,MA yang menyampaikan penjelasan mengenai betapa pentingnya memperhitungkan keberadaan unsur-unsur kebudayaan sebagai modal sosial masyarakat yang bisa dijadikan landasan program pemberdayaan sehingga membantu pencapaian tujuan-tujuan pemberdayaan yang diinginkan."Modal Sosial kurang sekali diperhatikan dalam sejarah selama ini," tandas Drs.Kusnadi,MA pakar Antropologi dari Universitas Jember.

Kusnadi menyebutkan modal sosial ini bisa didayagunakan untuk menyelesaikan konflik sumber daya perikanan antara dua kelompok masyarakat nelayan,sebut saja konflik nelayan Kwanyar,Bangkalan dengan nelayan Kraton,Pasuruan."Ini berarti bahwa modal sosial memiliki nilai strategis dalam menjaga kelangsungan hidup masyarakat pesisir," tegas Kusnadi.

Materi lain dengan tema filosofi dan strategi efektif pemberdayaan masyarakat pesisir yang diberikan oleh Drs Bagong Suyanto,Msi, staf pengajar FISIP Universitas Airlangga. " Teori pemberdayaan masyarakat lahir dari pengamatan bahwa masyrakat pantai tidak tahu apa-apa lalu diberi sesuatu yang baru," ujar Bagong. Ditambahkannya terkadang mereka (masyarakat pesisir,red) lebih pengalaman dan pintar hanya saja mereka belum menyadari potensinya.

Bagong mencontohkan kasus ibu yang mengasap ikan di Kenjeran lalu diberi bantuan berupa cerobong asap supaya asapnya tidak memedihkan mata dan mata pun terhindar dari bahaya katarak.Tetapi mereka tidak mau memasang cerobong itu. "Mereka punya cara tersendiri untk menyiasati kondisi lingkungan seperti itu yaitu dengan melihat arah angin," terang pria berkacamata ini. Laki-laki yang sering menulis di Harian Kompas ini, menilai kebijakan pembangunan perikanan dan upaya pengembangan komunitas desa pantai yang dikembangkan seringkali kurang memperhatikan karakteristik dan konteks lokal komunitas desa pantai.

Pemaparan selanjutnya dari Dinas Perikanan dan Kelautan (Dikanla) Jawa Timur, mengupas isu-isu strategis dalam kehidupan social ekonomi masyarakat pesisir Jawa Timur. Materi yang seharusnya disampaikan oleh Ir Iswahyudi,MM Kepala Dikanla Jawa Timur ini mendadak dilimpahkan pada wakilnya.Dalam penjelasan yang cukup singkat itu banyak disebutkan isu-isu utama yang dihadapi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil semisal adanya tumpang tindih terhadap pemanfaatan ruang.

Acara semakin memanas manakala sesi diskusi berlangsung. Sebanyak lima orang pertama yang diijinkan membuka dialog dengan serangkaian pertanyaan.Dengan arahan moderator, Ir Daniel M. Rosyid,PhD termin diskusi berjalan lancar dan peserta merasa terpuaskan oleh jawaban pembicara terbukti dengan tidak adanya crossing dari peserta.(d1ti/har)

Berita Terkait