ITS News

Minggu, 01 September 2024
15 Maret 2005, 12:03

Indonesia siap AFTA?

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Banyak pakar yang mengatakan bahwa Indonesia belum siap menghadapi perdagangan bebas, AFTA mulai tahun 2003 ini. Alasan yang dikemukakan pun sangat beragam, mulai dari keadaan ekonomi, pertahanan keamanan, politik dan masih banyak lagi yang perlu dibenahi lagi sebelum menghadapi perdagangan bebas yang sebenarnya.

Memang ada sekian banyak tugas yang perlu dipersiapkan jika ingin menghadapi perdagangan bebas dalam keadaan yang benar-benar siap. Karena sudah nampak jelas ketertinggalan Indonesia dibandingkan Singapura, Malaysia dan Brunei Darrussalam. Namun ada satu hal yang sebenarnya sangat sepele tapi bisa berdampak sangat besar, yakni komunikasi. Bayangkan jika ide yang besar tidak bisa dikomunikasikan kepada orang lain, akankah ia terwujud menjadi suatu hal yang besar?

Hal senada nampak ketika konferensi mahasiswa internasional dilangsungkan di Bandung. Sebagai peserta konferensi dihadirkan delegasi mahasiswa serta pendamping dari negara Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand dan Russia. Karena peserta berasal dari berbagai negara yang masing-masing memiliki budaya dan bahasa sendiri-sendiri, maka bahasa Inggris digunakan sebagai bahasa pengantarnya. Karena mengingat bahasa Inggris adalah bahasa internasional yang bisa dimengerti oleh banyak negara.

Awal acara dimulai, penggunaan bahasa Inggris sepertinya bukanlah suatu hal yang istimewa, terutama bagi 24 delegasi dari Indonesia, yang merupakan delegasi terbanyak. Namun ketika menginjak acara diskusi dan tanya jawab, delegasi dari Indonesia kebanyakan kelabakan dengan menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantarnya. Apalagi ketika panitia harus menjelaskan aturan dan pembagian kelompok diskusi kepada semua peserta. Bisa dimaklumi jika delegasi dari Malaysia dan Brunei bisa memahami maksud dari bahasa Inggris yang disampaikan oleh orang Indonesia, namun delegasi dari Singapura dan Thailand tidak mengerti sama sekali arah pembicaraan panitia.

Karena merasa diskusi yang seharusnya dua arah ini tidak tersampaikan dengan jelas, maka salah seorang pendamping dari Malaysia yang kebetulan juga fasih berbahasa Melayu, maju ke depan dan mencoba menawarkan bantuan kepada panitia, "Silahkan anda berbicara dalam bahasa Indonesia, biarlah saya yang mengubahnya dalam bahasa Inggris. Karena delegasi dari Singapura tidak mengerti apa yang kalian maksud." Mendengar ucapan tersebut, panitia yang memberikan arahan diskusi tetap melanjutkan penjelasannya dalam bahasa Inggris. Akan tetapi penjelasan dari panitia tersebut lebih dijelaskan lagi oleh pendamping dari Malaysia supaya tidak ada kesalahpahaman.

Bisa dikatakan, itulah gambaran dari Indonesia saat ini, belum ada kesiapan dalam berkomunikasi atau bahkan mungkin tidak ada kesiapan dalam berkomunikasi dengan negara lain. Apakah kita membiarkan Indonesia demikian adanya berlarut-larut dan menunggu uluran bantuan dari negara lain untuk menuntun maksud dan arah tujuan kita? (IwY/li)

Berita Terkait

ITS Media Center > Berita Utama > Indonesia siap AFTA?