ITS News

Kamis, 19 September 2024
15 Maret 2005, 12:03

Dirjen Dikti Akan Tutup PerguruanTinggi yang Lakukan Jual Beli Ijazah

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

"Saya memang baru mendengar tapi belum mendapatkanlaporan lengkapnya. Jika memang terbukti perguruantinggi itu melakukan jual-beli ijazah untukkepentingan para caleg sebaiknya ditutup saja," kata Satrio, Rabu (25/2) siang saat menghadiri acara pengukuhan jabatan guru besar pasangan suami-isteri Prof. Supeno Djanali dan Prof Handayani Tjandrasa di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)Surabaya.

Dirjen Dikti mengatakan hal itu ketika dimintai tanggapannya tentang sanksi apa yang akan diberikan kepada perguruan tinggi jika memang lembaga itu benar-benar melakukan praktek jual-beli ijazah.

Di tempat yang sama, Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VII, Prof. Nadjajih Anwar menegaskan, pihaknya hingga saat ini juga belum menerima laporan tentang dugaan sebuah perguruan tinggi swasta yang melakukan jual-beli ijazah berkait dengan adanya pemalsuan ijazah beberapa caleg. "Kami belum menerima pengaduan, tapi kami memang pernah bertemu dengan Panwaslu tentang kemungkinan-kemungkinan adanya caleg
yang melakukan pemalsuan ijazah," katanya.

Nadjajih malah berterima kasih dengan adanya laporan dan keinginan Panwaslu untuk membuktikan apakah seseorang caleg itu berijazah palsu atau tidak. "Dengan begitu kami merasa dibantu untuk mengawasi
perguruan tinggi, dan kami menyambut dengan baik untuk itu," katanya.

BIYA PENDIDIKAN NAIK?
Menyinggung tentang biaya pendidikan dim perguruantinggi negeri yang pada tahun ajaran mendatang telah disepakati naik oleh para rektor PTN, Satrio mengemukakan, apa yang telah disepakati itu sesungguhnya bukanlah merupakan kenaikan, tetapi
perubahan dikarenakan adanya inflasi. "Kalau kita memang mau meningkatkan mutu, maka biaya SPP mau tidak mau harus dinaikkan," katanya.

Berapa toleransi kenaikan? "Semuanya diserahkan kepada mekanisme perguruan tinggi masing-masing, karena yang mengetahui kemampuan para mahasiswa adalah perguruan tingginya sendiri. Kalau kita yang
menentukan nanti malah salah. Tapi jika tuntutan masyarakat kualitas pendidikan tinggi harus baik, maka salah satu caranya dengan menaikkan SPP," katanya.

Dikemukakannya, biaya idela untuk penyelenggaraan pendidikan tinggi per tahun per mahasiswa sebesar Rp18 juta, tapi faktanya mahasiswa hanya membayar jauh
di bawah itu, berkisar antara Rp 800 ribu hingga Rp 1,5 juta. Ini artinya kalau terus mengandalkan bantuan pemerintah maka akan sangat terbatas, karena itu diharapkan perguruan tinggi bisa mencari sumber
pembiayaan lain selain dari SPP mahasiswa dan bantuan pemerintah," katanya. (Humas- ITS, 25 Februari 2004

Berita Terkait