ITS News

Kamis, 28 Maret 2024
15 Maret 2005, 12:03

Diktator Itu Dilepas dengan Seminar dan Dihadiahi Buku Biografi

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Selain itu beliau dihadiahi buku biografi dirinya berjudul "Jejak Pencinta Matematika, Hidup Lurus Tak Risau Rumus". Buku hampir setebal 300 halaman itu bercerita tentang perjalanan hidup Soehardjo yang lebih dikenal sebagai seorang "Diktator". Tentu saja diktator disini bukan dalam pengertian sebenarnya. Tapi seperti ditulis dalam prolog oleh Rektor ITS Prof Dr Ir Mohammad Nuh DEA, diktator dalam tanda kutip itu mempunyai arti lain. Makna dalam tanda kutip ini adalah seorang yang paling banyak membuat diktat.

"Profesinya sebagai dosen matematika, memang memberikan peluang dia harus menulis buku, meski demikian itu tidak dilakukan oleh semua dosen. Tapi anehnya, dia tidak memilih mencetakkan bukunya di sebuah penerbitan terkenal, melainkan dibuatnya di rumahnya sendiri dengan alat seadanya," tulis Rektor.
Melalui diktat itulah siapa yang tidak kenal Soehardjo? Saking bersahajanya, di kampus ia begitu amat dikenal, bukan saja oleh para mahasiswa yang selalu memanfaatkan diktat-diktat matematikanya, tapi juga para dosen, karyawan dan bahkan seorang satpam sekali pun. Karena dalam menjalankan hidup membujang yang cukup lama, ia memang mempersilahkan rumahnya dihuni oleh siapa saja yang membutuhkan tempat tinggal dan diangkatnya menjadi anak asuh.

Itu pulalah kenapa Rektor ITS menyambut baik kehadiran buku biografi itu. "Paling tidak melalui buku ini kita bisa mengetahui panjang lebar pribadi dan sosok kolega kita selama ini. Proses perjalanan hidup Pak Hardjo mudah-mudahan dapat memberi inspirasi bagi banyak orang, terutama bagi mereka yang kini hidupnya terjebak dalam materialisme ketimbang sebuah pengorbanan untuk orang lain," tulis Mohammad Nuh.

Pada seminarnya sendiri Soehardjo menyampaikan makalah yang cukup populer "Orang Bertanya, Soehardjo Menjawab". Makalah ini menyiratkan betapa pedulinya ia terhadap perkembangan aplikasi matematika pada bidang ilmu lainnya. Itulah sebabnya dalam buku biografinya yang ditulis oleh Adriono dan Sukemi itu, Prof Dr Widi Agus Pratikto MSc, koleganya yang kini menjabat sebagai Dirjen Pesisir dan Pulau Kecil Departemen Perikanan dan Kelautan menyampaikan pendapat, Soehardjo adalah sosok yang selalu meng-update ilmu dan informasi tentang matematika.

"Jika diajak berdiskusi, gayeng, dan kadang bisa berbicara panjang lebar tentang aplikasi matematika yang mungkin orang lain belum pernah pikirkan. Inilah yang harusnya ditumbuhkembangkan di ITS sebagai sebuah perguruan tinggi berbasis teknologi. Karena matematika dalam penerapan teknologi menjadi hal yang sangat fundamental. Tapi sayangnya, kita lebih banyak mengabaikannya dan belajar secara instant," tulis Prof Widi.

Paling Peduli
Pak Hardjo, tulis Widi adalah orang yang paling peduli didalam mengembangkan matematika untuk kebutuhan ilmu-ilmu lain, sehingga di tangan Pak Hardjo matematika bisa dijadikan sesuatu yang menarik, serta menantang untuk dipelajari. "Sayangnya, tidak banyak orang matematika yang begitu peduli dengan ilmu lain, mau berdiskusi dengan orang-orang diluar matematika. Padahal apresiasi matematika untuk ilmu lain hanya bisa muncul manakala orang-orang matematika mau berdiskusi dengan orang-orang di luar matematika. Melalui diskusi itu, sebenarnya orang-orang MIPA akan lebih dihargai. Saya sedih melihat orang-orang MIPA yang hanya asik dengan ilmunya sendiri, sehingga tidak dikelola dengan baik. Padahal jika mau melakukan seperti apa yang telah dilakukan oleh Pak Hardjo, MIPA akan menemukan jatidirinya di tengah-tengah perkembangan ilmu-ilmu terapan lain. Ini yang agaknya belum disadari," katanya.

Saya pernah berdiskusi panjang lebar tentang masa depan matematika di ITS. Saya katakan, kalau ITS mau maju, maka orang-orang yang berada di matematika harus serius memperdalam ilmunya, harus mau mencari tahu tentang penggunaan matematika pada ilmu-ilmu lain, dan karena itu ITS minimal harus memiliki Program S2 matematika. Waktu itu saya tantang: "Kalau saya jadi Pak Hardjo, saya tidak akan mau pensiun kalau ITS belum punya Program S2 Matematika."

Tantangan itu kiranya membekas pada Pak Hardjo. Buktinya beberapa waktu lalu saya ketemu dengan beliau dan Pak Hardjo berujar: "Mas Pratik, saya kini bisa pensiun dengan tentang, karena ITS sudah memiliki Program S2 Matematika, dan saya akan memberikan sesuatu untuk pengembangan program S2."

Menurut Widi, sosok Soehardjo boleh dibilang amat langka. Ini karena ia adalah seorang dosen yang itiqomah di bidang ilmunya, matematika. Tidak banyak dosen di ITS seperti dia, yang tidak pernah tergelitik untuk mendapatkan rezeki yang lebih besar lagi dengan cara meninggalkan ilmunya. Itu sebabnya saya sangat respek dengan beliau, orang yang masih mau memikirkan hal-hal yang fundamental.

Bagaimana perasaan Soehardjo menerima itu semua? "Saya berterima kasih atas apa yang telah diupayakan jurusan dan para alumni di dalam melepas saya memasuki purna tugas. Ini memang yang saya harapkan, saya tidak mau di lepas dengan pesta pora dan berbagai hadiah, saya ingin Jurusan Matematika ITS lebih maju, memiliki jurnal dan lainnya," katanya.

Dikatakannya, dirinya memang tertantang ketika kolega saya agar jangan pensiun dulu sebelum ITS memiliki S2 Matematika. "Kini setelah Matematika memiliki S2 saya memasuki pensiun, lunaslah hutang saya dan tantangan itu telah saya buktikan," katanya.

Ditanya siapa yang punya ide menuliskan biografinya? Soehardjo menjelaskan, datang dari para alumni yang berada di luar kampus dengan tujuan untuk membiasakan memberikan sesuatu yang paling berharga, dana ia menilai biografi itu sangat berharga. "Sayangnya peserta seminar belum bisa memperoleh biografi ini, karena memang telah disiapkan panitia penulisan untuk diluncurkan pada Sabtu 11 Desember dalam sebuah acara sederhana di Kampus Cokroaminoto," katanya. (Humas/bch)

Berita Terkait