ITS News

Sabtu, 20 April 2024
15 Maret 2005, 12:03

Dialog Capres di ITS Batal

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Rektor ITS, Dr Ir Mohammad Nuh DEA, kepada undangan yang tidak lain juga para sivitas akademika ITS, menyampaikan permohonan maaf atas gagalnya pelaksanaan dialog capres tersebut. "Sekali lagi kami mohon maaf bukan saja kepada para undangan yang sudah sejak pagi hari meluangkan waktunya untuk bersama-sama berdialog, tapi juga kepada para capres-cawapres yang karena ulah anak-anak kita, adik-adik kita batal hadir di acara ini," katanya.

Nuh menjelaskan, kalau ITS ternyata belum bisa menjadi tuan rumah yang baik untuk tamunya. "Kita tidak bisa menyalahkan siapa pun, tapi marilah kita terima kenyatan ini dengan lapang dada, semoga semua ini ada manfaatnya," kata rektor.

Meski dua pasangan capres batal hadir, dialog dan pemikiran yang memang sudah dirumuskan dalam tema No Education, No Future itu, tetap dipaparkan oleh para panelis yang terdiri atas Drs. Kresnayana Yahya M.Sc, Ir Sritomo Wignyosubroto M.Sc, Dr.Ir. Daniel M. Rosyid, Dr. Agus Purwanto dan dimoderatori oleh Dr. Abdullah Shahab. "Kami wajib menyampaikan ini semua untuk menghindari kesan kalau dialog ini bermuatan politis. Tidak sekali lagi tidak, semua ini semata-mata disumbangkan dari ITS untuk bekal para Capres-Cawapres," kata Abdullah Shahab mengawali diskusinya.

Dalam dokumen ITS yang diberi nama "Sumbangan Pemikiran ITS bagi Pemerintahan Baru Indonesia 2004" memang telah disiapkan kepada para capres-cawapres. ITS memberikan beberapa rekomendasi diantaranya, menempatkan pembangunan pendidikan nasional sebagai kebijakan pokok pembangunan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia dan memenangkan persaingan global.

Rekomendasi lainnya menyangkut dipenuhinya secara bertahap angka 20 persen dari APBN untuk alokasi anggaran pendidikan nasional melalui prioritas dan efisiensi pembangunan serta pemberantasan korupsi. "Pemikiran rekomendasi ini meski batal disampaikan dalam dialog capres tetap kami sampaikan kepada semua capres-cawapres," kata Kresnayana Yahya.

Beda Pengertian
Ditemui terpisah usai menemui Amien Rais dan Salahuddin Wahid di Bandara Juanda, untuk menyampaikan secara langsung pemikiran dan rekomendasi ITS, Moh. Nuh mengatakan, apa yang dipersoalkan para anak-anaknya itu sesungguhnya karena adanya beda pengertian antara orang tua dan anak. "Anak-anak yang hanya sebagain kecil itu menilai kalau acara dialog ini merupakan bentuk kampanye yang tidak boleh masuk kampus, tapi kami menilai itu perlu dilakukan sivitas akademika ITS untuk memberikan bekal kepada para capres-cawapres," katanya.

Moh. Nuh juga menjelaskan, keputusan mempersilahkan capres-cawapres untuk berkampanye di kampus ini sebenarnya substansinya sangat berbeda dengan ketika melarang partai politik berkampanye di kampus pada pemilu legislatif lalu. "Tentu saja ini bukan berarti telah terjadi perubahan pemikiran di ITS, tapi karena dua persoalan itu yakni kampanye pemilu presiden dan kampanye pemilu legislatif punya perbedaan yang sangat nyata didalam implementasinya di kampus," katanya.

Dikatakan Nuh, meski pada Undang-undang (UU) No. 23 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang berkait dengan pelaksanaan kampanye (Pasal 38 ayat 7) sama persis bunyi dan kalimatnya dengan yang diamanatkan dalam UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu (Pasal 74 huruf g), tapi sesungguhnya harus disikapi berbeda oleh ITS. "Pada tataran normatif inilah kini ITS harus bisa menunjukkan dan memanfaatkan otonomi yang dimilikinya itu," katanya.

Menurutnya ada beberapa alasan kenapa ITS perlu mengundang capres-cawapres. Pertama, katanya menjelaskan, ITS memandang pemilu capres-cawapres jauh lebih strategis untuk menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa dan negara saat ini. "Karena sesungguhnya hasil atau produk-produk legislasi dalam bentuk undang-undang sudah cukup baik, tinggal bagaimana proses eksekusinya yang terlihat masih mengalami hambatan di lapangan, dan itu butuh sosok pemimpin dalam hal ini presiden dan wakilnya yang memang harus benar-benar mampu melakukan eksekusi," katanya.

Hal lainnya, berkait dengan keinginan masyarakat kampus dalam hal ini warga ITS untuk melihat kemampuan intelektual akademis capres-cawapres. "Hal ini memang harus mengedepan pada pelaksanaan kampanye dialogis, karena sebagai sebuah lembaga ilmiah, ITS memang harus selalu berpijak pada pemikiran-pemikiran kritis ilmiah. Pada kesempatan itulah ITS bisa menilai sebarapa besar kadar atau kemampuan intelektual akademis capres-cawapres, dan pada gilirannya akan menjatuhkan pilihan pada pasangan mana pilihan harus dijatuhkan," kata rektor PTN termuda se-Indonesia saat ini.

Sedang alasan lainnya berkait dengan upaya proaktif warga ITS untuk bisa berinteraksi secara langsung kepada capres-cawapres. Tujuannya bukan saja perguruan tinggi mengetahui terhadap pasangan yang akan dipilihnya, tapi juga dapat memberikan kontribusi produk-produk keilmuan dan pemikiran untuk bekal capres-cawapres sebagai orang-orang terbaik negeri ini. "Atas dasar itulah maka bagi ITS, pilihan yang paling layak diundang dalam kaitan kampanye pemilu presiden bukanlah tim suksesnya melainkan individu capres-cawapres, yang memang tidak bisa diwakilkan dalam kerangka menerima kontribusi produk-produk keilmuan dan pemikiran dari warga kampus," kata mantan Direktur Politeknik Elektronika Negeri-ITS Surabaya ini.

Tapi Nuh juga mengingatkan, bagi capres-cawapres yang hadir di ITS harus menyadari, kehadirannya untuk berkampanye di kampus bukan dalam kerangka mendulang suara yang sifatnya masif, melainkan membangun upaya dialog interaksi antara calon pemimpin atau bapak bangsa dengan calon masa depan bangsa, sehingga tercapai suatu mutualistik-sinergetik.
(Humas–ITS, 19 Juni 2004)

Berita Terkait