ITS News

Jumat, 29 Maret 2024
15 Maret 2005, 12:03

Da’i yang Militan dan Professional

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Dalam menghadapi pergantian pengurus, Badan Pelaksana Mentoring (BPM) menyiapkan kadernya dengan Pelatihan Up Grading II. Pelatihan tersebut bertujuan agar para kadernya benar-benar menjadi da’i yang militan dan profesional dalam kerjasama atau team work.

Seorang da’i, dimana ia harus berdakwah pada kebaikan, haruslah militan. Makna dan pentingnya dari militan tersebut disejajarkan oleh Dr Triwikantoro MSi, Ketua Tim Pembina Kerohanian Islam (TPKI), dengan semangat para assabiqunal awwalun (orang-orang yang pertama masuk islam). Tri mencontohkan Ummu Umamah, wanita pertama yang meninggal syahid.

"Pada permulaan perkembangan islam, para pengikutnya hanya dituntut untuk menjalankan tauhid, atau kalimat La Ilaaha Illa Allah (tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah) Muhhamad SAW Rasulullah (Muhammad Utusan Allah). Namun konsekuensi dari memegang kalimat tersebut sangat besar, siksaan, pembunuhan, dan penganiayaan. Mereka (assabiqunal awwalun-red) menerima tantangan tersebut. Mereka tidak menyerah. Mereka tetap memegang teguh kalimat tersebut walaupun akhirnya mereka harus terbunuh sebagaimana mujahidah pertama kita," jelas Tri.

Selain militansi, profesional dalam kerjasama atau manajerial juga digariskan oleh ketua jurusan Fisika FMIPA ITS ini. Sesuai dengan tema acara tersebut, "Da’i Yang Militan Dengan Kualitas Manajerial Yang Baik Dalam Amal Jama’i". Dalam sambutannya Tri cukup puas dengan kinerja pelaksana yang bisa tepat waktu. "Biasanya molor satu jam, tapi sekarang bisa tepat, iniadalah salah satu contoh keprofessionalan!" puji Tri.

Pemahaman militansi itu sendiri perlu dilandasi pemahaman alWala’ wa alBara’ (menentukan mana yang diterima mana ditolak). Karena menjadi militan di jalan yang salah adalah bukan hal yang mustahil. Dan jika ini terjadi, ummat Islam sendiri yang rugi.

Bukti pemahaman ini bisa dilihat bagaimana seseorang ber-tasyabbuh (menyerupai). Rasyid, Pembicara kedua menjelaskan pemahaman tentang tasyabbuh. "Seseorang yang paham tidak akan ber-tasyabbuh yang dilarang. Tasyabbuh yang tidak diperbolehkan adalah menyerupai apa yang memang khusus pada orang-orang kafir seperti hura-hura, zina, saling membunuh, dll. Sebaliknya, jika pada orang kafir tersebut itu ada nilai-nilai umum, baik, atau bahkan tidak bertentangan dengan islam tidak masalah diserupai," jelas Rasyid.

Pemahaman tentang militansi, alWala’ wa alBara’, tasyabbuh akan melahirkan tantangan agar seluruh umat islam harus selalu menjalankan agamanya dalam segala segi kehidupan. Tentu saja yang diharapkan bukan menimbulkan masalah, tapi adalah membuat solusi agar bisa menjalankannya dengan sebaik-baiknya. "Umat Islam jangan hanya membuat masalah saja tapi tidak ada solusinya!" tukas Ust. Saifuddin, pembicara ketiga.

Ustadz yang berjanggut tebal ini menjanjikan jika bahwa di balik tantangan ini ada kemudahan atau peluang untuk memecahkannya. Sebagaimana dalam AlQur’an Surat Al-Insyirah. Para peserta cukup bersemangat dan antusias setelah dipahamkan tentang makna surat ini walaupun peserta dan panitia saat itu berjumlah sekitar dua puluhan.(mac/sep)

Berita Terkait