ITS News

Selasa, 16 April 2024
15 Maret 2005, 12:03

Cak Nur: Orang Indonesia Itu Belum Bebas Berfikir

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Kebebasan berfikir perlu diimbangi dengan penerapan etika di dunia akademis demikian kata Prof Dr Nurcholis Madjid MA saat menyampaikan ceramahnya didepan peserta Seminar Nasional "Peningkatan Kualitas Penelitian dan Pendidikan Pascasarjana," Rabu (28/8) di Gedung Pascasarjana ITS.

Penerapan etika ini untuk menghindari terjadinya efek-efek yang negatif. Nurcholis menjelaskan setidaknya ada 2 macam batasan yang harus diperhatikan dalam melakukan penelitian yaitu kebebasan akademik dan dimensi spiritual. Kebebasan akademis, yang berupa kebebasan berfikir dan berkarya, disini adalah kebebasan yang mempunyai tanggung jawab bukan kebebasan yang liar. Namun, penerapannya di Indonesia masih jauh dari sempurna. "Saya pernah membaca buku yang ditulis oleh orang Amerika yang menyatakan bahwa orang Indonesia itu tidak bisa berfikir. Karena orang Indonesia itu tidak bebas," jelas Rektor Universitas Paramadina Jakarta ini. Hal tersebut tidak lepas akibat kekangan pemerintahan orba. Ia pun menambahkan salah satu indikasinya adalah hal-hal yang terjadi di dunia politik. "Maunya mengkritik tapi jadinya malah menghina. Yang dikritik juga begitu tidak mau dikritik," paparnya. Salah satu contoh tindakan menghina menurutnya adalah saat demonstrasi menentang Gus Dur dengan menirukan gerakannya. "Saya tidak marah saat Gus Dur ngomong saya ini kembarannya. Tapi saat ada demo yang begitu saya sangat marah itu menghina," jelas pria yang akrab dipanggil Cak Nur ini dengan serius.

Hal yang kedua adalah dimensi spiritual. Ini dimaksudkan untuk membatasi para ilmuan dan peneliti bahwa sebelumnya sudah ada tanda dari Tuhan. "Ayat-ayat dalam Al Qur'an itu sebenarnya adalah the sign of God," kata pria asal Jombang ini. Dimensi spiritual ini telah terbukti melindungi dunia. Salah satu contohnya adalah persaingan pembuatan bom nuklir oleh Amerika dan Uni Soviet. "Eskalasi dua negara itu begitu ketat hingga mencapai puncaknya. Apa puncaknya? Kedua negara itu sadar apa yang dibuatnya itu tidak hanya bisa menghancurkan dirinya sendiri tapi butuh 5 dunia untuk menghabiskan itu," katanya dihadapan 150 peserta seminar.

Acara seminar ini berlangsung mulai kemarin dengan menghadirkan 3 pembicara utama lainnya yaitu Prof Dr Sularso dari ITB dan Dr Ir Patdono dari ITS serta Ir Jonathan Parapak MSc mantan Dirjen Parpostel.(har)

Berita Terkait